Tugas Terstruktur 6 : Hambatan Hukum dalam Penegakan Kasus Pelanggaran HAM Berat

Hambatan Hukum dalam Penegakan Kasus Pelanggaran HAM Berat


Abstrak


Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat merupakan tindakan yang melanggar martabat manusia secara mendasar, seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, penyiksaan, dan penghilangan orang secara paksa. Meskipun Indonesia telah memiliki kerangka hukum yang mengatur penyelesaian kasus HAM berat, termasuk Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, praktik penegakannya masih menghadapi berbagai hambatan. Artikel ini menguraikan persoalan utama dalam proses hukum kasus HAM berat di Indonesia, meliputi kendala struktural, politik, pembuktian, serta refleksi penulis mengenai pentingnya kesadaran masyarakat dalam mendukung keadilan. Tujuannya adalah membangun pemahaman kritis sekaligus menumbuhkan sikap empatik dan tanggung jawab moral terhadap pemajuan HAM.


Kata Kunci: HAM, penegakan hukum, pelanggaran HAM berat, keadilan, refleksi.

Pendahuluan


Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang melekat pada setiap manusia sejak lahir, bersifat universal, tidak dapat dicabut, dan wajib dihormati oleh negara maupun sesama warga negara. Materi Pembelajaran 1 menegaskan bahwa HAM dijamin dalam UUD 1945, terutama Pasal 28A–28J, yang mencakup hak hidup, kebebasan dari penyiksaan, hak mendapat keadilan, dan hak bebas dari perlakuan diskriminatif. Namun, dalam sejarah bangsa Indonesia, berbagai pelanggaran HAM berat pernah terjadi dan hingga kini beberapa di antaranya belum terselesaikan secara tuntas.


Penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM berat bukan hanya kewajiban negara, tetapi juga indikator kematangan demokrasi. Sayangnya, berbagai hambatan hukum membuat proses penyelesaian kasus berjalan lambat atau bahkan berhenti di tingkat penyelidikan. Artikel reflektif ini membahas hambatan tersebut serta posisi mahasiswa sebagai warga negara yang perlu memiliki kepedulian dan literasi HAM yang baik untuk mendorong perubahan sistem hukum ke arah yang lebih adil.


Permasalahan


Hambatan dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat dapat dikategorikan ke dalam beberapa permasalahan utama, yaitu:

1. Tumpang tindih kewenangan antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, yang sering mengakibatkan bolak-balik berkas tanpa keputusan jelas.

2. Keterbatasan bukti dan saksi, karena banyak kasus HAM berat terjadi bertahun-tahun lalu dan melibatkan aparat negara.

3. Kurangnya kemauan politik (political will) dari pemerintah untuk menyelesaikan kasus secara yudisial.

4. Intervensi atau tekanan politik, terutama jika kasus menyangkut tokoh berpengaruh.

5. Belum maksimalnya perlindungan bagi saksi dan korban, sehingga banyak korban enggan bersaksi karena takut.

6. Kurangnya pendidikan dan kesadaran publik tentang pentingnya penegakan HAM, yang berpengaruh terhadap tuntutan masyarakat terhadap negara.

Permasalahan ini menunjukkan bahwa penegakan HAM berat tidak hanya persoalan hukum formal, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor sosial, politik, dan budaya hukum.


Pembahasan


1. Hambatan Struktural dalam Sistem Hukum


Dalam kerangka hukum Indonesia, Komnas HAM berwenang melakukan penyelidikan awal terhadap dugaan kasus HAM berat, sedangkan Kejaksaan Agung berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan. Namun, hubungan keduanya sering tidak sinkron. Banyak kasus berada dalam posisi “bolak-balik berkas” karena Kejaksaan dinilai belum puas dengan hasil penyelidikan, sedangkan Komnas HAM menganggap proses penyidikan sengaja diperlambat. Kondisi ini menunjukkan adanya kelemahan desain institusional yang berdampak pada lambatnya proses hukum.


2. Kendala Pembuktian


Materi Pembelajaran 1 menjelaskan bahwa penghormatan HAM membutuhkan transparansi dan keadilan. Namun dalam praktik, kasus HAM berat sering terjadi puluhan tahun lalu, sehingga bukti fisik sulit ditemukan. Banyak saksi kunci telah meninggal, mengalami trauma, atau takut memberikan kesaksian. Di sisi lain, adanya dugaan keterlibatan aparat negara membuat proses pembuktian semakin rumit karena akses terhadap dokumen negara sering dibatasi.


3. Hambatan Politik dan Kurangnya Kemauan Pemerintah


Faktor politik merupakan hambatan terbesar. Banyak pelanggaran HAM berat terjadi pada masa konflik, transisi politik, atau melibatkan tokoh berpengaruh. Pemerintah kerap memilih pendekatan non-yudisial untuk menjaga stabilitas politik, padahal keadilan bagi korban membutuhkan penyelesaian melalui pengadilan. Hal ini mencerminkan kurangnya political will negara dalam menjamin hak atas keadilan, sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945 dan Deklarasi Universal HAM.


4. Refleksi Pribadi sebagai Mahasiswa


Sebagai mahasiswa, memahami hambatan penegakan HAM berat menumbuhkan kesadaran bahwa keadilan bukanlah sesuatu yang otomatis berjalan, tetapi memerlukan perjuangan. Banyak korban masih menunggu kejelasan status keluarganya, sedangkan pelaku belum sepenuhnya dimintai pertanggungjawaban. Refleksi ini memperkuat keyakinan penulis bahwa pendidikan HAM harus menjadi bagian penting kehidupan akademik. Mahasiswa sebagai agen perubahan perlu memiliki komitmen moral dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, menolak kekerasan, dan mendukung transparansi hukum.

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan

Penegakan hukum terhadap kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai hambatan, baik struktural, politis, maupun teknis pembuktian. Ketidaksinkronan antara lembaga penegak hukum, minimnya kemauan politik, keterbatasan bukti, dan kurangnya perlindungan saksi menjadi faktor utama yang menghambat proses menuju keadilan. Refleksi ini menunjukkan bahwa penyelesaian kasus HAM berat bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi juga tanggung jawab moral seluruh elemen bangsa.


Saran

1. Pemerintah perlu memperbaiki mekanisme koordinasi antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.

2. Perlindungan saksi dan korban harus ditingkatkan untuk membantu proses pembuktian.

3. Pendidikan HAM perlu diperkuat di kampus sebagai bagian dari pembentukan karakter kritis dan empatik mahasiswa.

4. Masyarakat perlu mendorong pemerintah menunjukkan political will yang kuat dalam penyelesaian kasus secara yudisial.

5. Dokumentasi dan arsip negara terkait peristiwa pelanggaran HAM harus dibuka untuk memudahkan penyelidikan.


Daftar Pustaka


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2020). Materi Pembelajaran 1: Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Komnas HAM. (2022). Laporan Tahunan Penegakan HAM.

Haryomataram, K. (2011). Hukum HAM di Indonesia. Universitas Atma Jaya.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

tugas struktur 2

Tugas Terstruktur 1 Denisto Perkasa T E08

Tugas mandiri 1 Denisto Perkasa T E08